HUTANG DAN MEMBERI PINJAMAN
(Amsal 27:13) "Ambillah pakaian orang yang menanggung orang lain, dan tahanlah dia sebagai sandera ganti orang asing."
Shalom, Saudaraku... Semoga damai Tuhan menyertai kita semua.
Saudaraku, ayat ini memberikan peringatan tentang bahaya menanggung utang orang lain tanpa pertimbangan yang matang. Dalam budaya zaman itu, pakaian luar bisa dijadikan jaminan hutang. Artinya, seseorang yang gegabah dalam menjamin hutang orang lain bisa kehilangan sesuatu yang berharga sebagai konsekuensinya. Konflik hutang-piutang masih terus menjadi sorotan di zaman ini. Banyak hubungan yang retak karena persoalan hutang. Awalnya teman baik lalu saling percaya sehingga ketika temannya yang satu sedang susah, ia rela meminjamkan uangnya dengan senang hati. Tapi ketika jatuh tempo, ketika utang harus dibayar, yang berhutang malah ga mau bayar, entah karena ga punya uang atau memang ga mau bayar. Hal ini tentu akan sangat mengesalkan dan mengecewakan. Kepercayaan yang diberikan di awal ternyata tercoreng karena persoalan hutang yang tidak mau dibayar. Hubungan baik yang dibina selama bertahun-tahun menjadi rusak karena ga mau bayar hutang. Hal ini sangat memilukan.
Saudaraku, sering kali, karena rasa kasihan atau kepercayaan yang berlebihan, kita rela mengambil risiko finansial demi orang lain tanpa berpikir panjang. Namun, Alkitab mengingatkan bahwa bijaksana dalam keuangan juga merupakan bagian dari tanggung jawab kita. Menolong itu baik, tetapi harus dengan kebijaksanaan agar kita sendiri tidak terjerumus dalam kesulitan. Meminjamkan uang itu boleh tapi harus menurut kesanggupan kita. Jangan sampai kita pinjamkan untuk orang lain tetapi keluarga sendiri ditelantarkan. Kita juga harus siap sedia untuk kehilangan uang ketika meminjamkan uang. Kemungkinan terbaiknya adalah peminjam akan mengembalikan uang sesuai waktu yang disepakati tapi kemungkinan terburuk ialah ia tidak mau bayar hutang, bahkan sulit dihubungi, block nomor kita lalu kabur. Nah, kita harus sadar bahwa kemungkinan seperti itu pun ada dan sering terjadi. Maka, saat meminjamkan uang, siapkanlah kapasitas hati yang rela terhadap uang yang kita pinjamkan. Kalau kita pinjamkan uang 2 juta, maka kita harus rela kehilangan uang 2 juta. Bersiaplah memberi ketika kita meminjamkan uang.
Saudaraku, mari kita renungkan: *_Apakah kita sering mengambil tanggung jawab finansial yang terlalu besar untuk orang lain tanpa mempertimbangkan risikonya?
Mungkin kita pernah memberi pinjaman tanpa berpikir apakah orang tersebut mampu mengembalikan. Atau kita pernah menjadi penjamin tanpa memahami konsekuensinya. Tuhan ingin kita memiliki hati yang murah hati, tetapi juga bijaksana agar kita tidak jatuh dalam jebakan yang bisa merugikan diri sendiri. Saya pribadi pernah meminjamkan uang sekian juta kepada seorang ibu di tahun 2019. Ia berjanji akan mengembalikan uangnya sekitar 4 bulan mendatang tetapi sudah lebih dari 50 bulan, hutangnya belum juga dibayar. Saya harus rela kehilangan uang tersebut dan mendoakan ibu itu agar TUHAN memberi kecukupan, hati yang baik dan berkat Allah. Saya sendiri belajar bahwa menolong orang itu harus dilakukan dengan hikmat. Ada saat di mana kita perlu memberi dengan tulus, tetapi ada juga saat di mana kita harus berkata "tidak" demi menjaga keseimbangan keuangan dan tanggung jawab kita sendiri._*
Puji Tuhan, hari ini kita belajar 3 hal:
1️. Saya mau menolong orang lain dengan bijaksana, bukan hanya dengan emosi.
2️. Saya mau mempertimbangkan konsekuensi sebelum menjadi penjamin atau memberikan pinjaman.
3️. Saya mau mengelola keuangan dengan prinsip Alkitab, supaya saya tetap bisa menjadi berkat tanpa jatuh dalam kesulitan sendiri.
Kiranya Tuhan menolong kita untuk memiliki hati yang murah hati, tetapi juga penuh hikmat dalam segala hal. Amin. 🙏😊
Kutipan:
"Murah hati tanpa kebijaksanaan bisa membawa kehancuran, tetapi kebijaksanaan membuat kemurahan hati semakin berarti."
21-02-2025
Rialdi Pasaribu
Komentar
Posting Komentar